Perkembangan PERMA Tentang Mediasi

PERMA No. 1 tahun 2008 mencoba menambahkan pengaturan dan penguatan yang lebih komprehensif, lebih lengkap, lebih cermat sehubungan bersama proses mediasi di pengadilan. Diarahkannya para pihak yang berperkara untuk menempuh proses perdamaian secara detail, terhitung disertai perlindungan sebuah konsekuensi, bagi pelanggaran, pada tata langkah yang mesti dilakukan, yaitu sanksi putusan batal demi hukum atas sebuah putusan hakim yang tidak ikuti atau mengabaikan PERMA No. 1 tahun 2008 ini.

Jika PERMA No. 1 Tahun 2008 ini diperbandingkan bersama PERMA No. 2 tahun 2003, maka PERMA 2003 tidak menambahkan sanksi, didalam PERMA 2003, banyak aspek yang tidak diatur khususnya mediasi di tingkat banding dan kasasi, namun PERMA No. 1 tahun 2008 sesuaikan kemungkinan mengenai perihal itu.

Perubahan mendasar didalam PERMA No. 1 tahun 2008, dapat dicermati didalam Pasal 4, yaitu batasan perkara apa saja yang dapat di mediasi. Namun ketentuan selanjutnya belum pilih beberapa syarat secara khusus mengenai perkara apa yang dapat di mediasi atau tidak dapat di mediasi. Pendekatan PERMA ini adalah pendekatan yang benar-benar luas. Dalam PERMA ini, seluruh perkara sepanjang tidak masuk didalam beberapa syarat yang dikecualikan, diharuskan untuk menempuh mediasi khususnya dahulu.

Kewajiban mediasi bagi pihak yang berperkara artinya cukup luas. Para pihak diwajibkan untuk laksanakan mediasi didalam menyelesaikan perkara-perkara sepanjang tidak dikecualikan didalam Pasal 4 yaitu pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas ketentuan BPSK, dan keberatan atas ketentuan KPPU. Semua sengketa perdata mesti khususnya dahulu diupayakan penyelesaian lewat perdamaian bersama perlindungan mediator.

PERMA No. 1 tahun 2008 tidak memandang pada nilai perkara, tidak memandang apakah perkara ini punya peluang untuk diselesaikan lewat mediasi atau tidak, tidak memandang semangat para pihaknya, tidak memandang apa yang mendasari itikad para pihak mengajukan perkara, tidak memandang apakah para pihak punya sincerity (kemauan atau ketulusan hati untuk bermediasi atau tidak). Tidak memandang dan menjadi masalah berapa banyak pihak yang terlibat didalam perkara dan di mana keberadaan para pihak, sehingga dapat dikatakan PERMA No. 1 tahun 2008 punya pendekatan yang benar-benar luas.

Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008, Peran mediator menurut Pasal 5 menegaskan, ada kewajiban bagi tiap tiap orang yang mobilisasi seperti halnya mediator kuliah timur tengah untuk punya sertifikat, ini memperlihatkan keseriusan penyelesai sengketa lewat mediasi secara profesional. Mediator mesti merupakan orang yang qualified dan punya integritas tinggi, sehingga diharapkan dapat menambahkan keadilan didalam proses mediasi. Namun mengingat bahwa PERMA No. 1 tahun 2008 mewajibkan dan pilih sanksi (pasal 2), maka mesti dipertimbangkan ketersediaan berasal dari Sumber Daya Manusianya untuk dapat mobilisasi mediasi bersama baik.

Upaya mediasi mesti ini mesti dilaksanakan bersama hati-hati. Hal ini untuk menahan penyalahgunaan oleh pihak yang tidak beritikad baik. Sistem pengadilan sekarang banyak dikeluhkan menambahkan peluang bagi pihak yang beritikad tidak baik untuk mengajukan perkara atau gugatan yang tidak cukup kuat keperluan hukumnya atau alas haknya. Tujuannya hanya untuk mengganggu atau menyusahkan pihak lain. Mediasi mesti akan menyebabkan proses berperkara di pengadilan tambah panjang karena ada prosedur yang mesti ditempuh. Sedangkan pada dasarnya mediasi adalah anggota berasal dari alternatif penyelesaian sengketa yang selayaknya dilaksanakan atas dasar sukarela (voluntir), kesuksesan mediasi benar-benar terkait pada hasrat atau keinginan para pihak.

Kunci utama didalam mediasi adalah masalah waktu. Dalam sengketa-sengketa bisnis, tambah panjang sementara yang terbuang untuk menyelesaikan sengketa adalah kerugian besar pada keperluan bisnis mereka. Jika mengfungsikan penyelesaian sengketa lewat peradilan biasa, mesti dipertimbangkan proses pengadilan yang unpredictable, dapat mendorong pilihan penyelesaian perkara lewat mediasi.

Pemahaman atas natur mediasi dan manfaatnya masih belum maksimal. Banyak penduduk yang menyadari mediasi sebatas bertemu bersama pihak ketiga sebagai mediator, namun mereka tidak memandang terdapatnya faedah lebih berasal dari proses mediasi tersebut. Sehingga didalam proses yang lebih lanjut evaluasi pada PERMA No. 1 tahun 2008 ini No. 1 Tahun 2008 konsisten dilaksanakan hingga berujung pada pergantian PERMA No. 1 tahun 2008 menjadi PERMA No. 1 tahun 2016, pergantian selanjutnya dilaksanakan karena sebagian alasan mendasar khususnya tentang bersama masalah sementara dan mengukur itikad baik para pihak untuk laksanakan mediasi di Pengadilan. Beberapa perihal perlu yang menjadi pembeda antara PERMA No.1 Tahun 2016 bersama PERMA No.1 Tahun 2008 mengenai Mediasi.

Pertama, tentang batas sementara mediasi yang lebih singkat berasal dari 40 hari menjadi 30 hari terhitung sejak penetapan perintah laksanakan Mediasi. Kedua, terdapatnya kewajiban bagi para pihak (inpersoon) untuk menghadiri secara segera pertemuan Mediasi bersama atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, jika ada alasan sah seperti keadaan kebugaran yang tidak terlalu mungkin hadir didalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter; di bawah pengampuan; mempunyai area tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau mobilisasi tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

Ketiga, perihal yang paling baru adalah terdapatnya aturan mengenai Itikad Baik didalam proses mediasi dan akibat hukum para pihak yang tidak beritikad baik didalam proses mediasi. Pasal 7 menyatakan: (1) Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya mesti menempuh Mediasi bersama itikad baik. 2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak beritikad baik oleh Mediator didalam perihal yang bersangkutan:

Tidak hadir sehabis dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut didalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
Menghadiri pertemuan Mediasi pertama, namun tidak pernah hadir pada pertemuan seterusnya meskipun sudah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;
Ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;
Menghadiri pertemuan Mediasi, namun tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain;

dan
Tidak di tandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang sudah disepakati tanpa alasan sah.
Apabila penggugat dinyatakan tidak beritikad baik didalam proses Mediasi sebagaimana dimaksud didalam Pasal 7 ayat (2), maka berdasarkan Pasal 23, gugatan dinyatakan tidak dapat di terima oleh Hakim Pemeriksa Perkara.1 Selanjutnya Penggugat yang dinyatakan tidak beritikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pula kewajiban pembayaran Biaya Mediasi. Mediator menyampaikan laporan penggugat tidak beritikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai panduan pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya didalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.